KETERAMPILAN DASAR KEBIDANAN
PEMBERIAN
OBAT INTRA VENA
Oleh :
Kelompok : IV
(Empat)
Ketua : Della Audina
Anggota 1. Devi Endarti
2. Evi Nopasari
3. Lusiana
4. Resi Yunita
5. Ukhti Kafitri
6. Windi Rahayu
Dosen
Pembimbing : Citra
Ayuh Darty, SST
AKADEMI
KEBIDANAN BUDI MULIA PRABUMULIH
TAHUN
AKADEMIK 2014-2015
KATA PENGANTAR
Segala puji
syukur kami panjatkan ke hadirat
Allah SWT. Karena atas berkat dan limpahan rahmat-Nya lah maka kami dapat
menyelesaikan tugas
makalah ini dengan tepat waktu. Dalam bentuk maupun isinya yang
sangat sederhana.
Makalah
ini berjudul tentang “Pemberian Obat Secara
Intra Vena”,
tujuan Intra Vena, persiapan alat, cara kerja dan hal-hal yang perlu di
perhatikandalam pemberian obat melaui Intra Vena. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Ada pun tujuan kami menulis makalah
ini untuk
menambah pengetahuan tentang “Pemberian
Obat melalui Intra Vena”. Makalah ini kami buat semoga bermanfaat bagi para
pembaca dan terutama bagi Mahasiswa Akbid Budi Mulia Prabumulih
Prabumulih, Maret
2015
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang..................................................................................................... 1
1.2.
Rumusan masalah............................................................................................... 2
1.3
Tujuan ................................................................................................................. 3
1.3.1.
Tujuan Umum.................................................................................................. 3
1.3.2.
Tujuan Khusus................................................................................................. 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Pemberian Obat melalui Intra Vena...................................................... 4
2.2. Hal-hal yang diperhatikan dalam
pemberian obat melalui intra vena... ………...6
2.3. Reaksi
tubuh dalam menerima obat intravena.................................................... 8
2.4. Kerja dan
efek samping obat/cara pemberian..................................................... 9
2.5. Teknik
penyimpanan obat................................................................................... 12
2.6. Prinsip-prinsip Kewaspadaan baku
dan Pencegahan Infeksi yang
berhubungan
dengan prasat medikasi intravena................................................ 12
2.7. Jenis –
jenis pemberian medikasi melalui intravena............................................ 13
2.8. Lokasi atau tempat cara pemberian obat Intra Vena ……………………………18
2.9. Teknik Pemberian Obat Secara Intra Vena ……………………………………...18
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan........................................................................................................ 21
3.2. Peran dan Tanggung Jawab Mahasiswa Bidan.................................................. 21
3.3. Saran.................................................................................................................. 21
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada
manusia atau binatang sebagai perawatan, pengobatan, atau bahkan pencegahan
terhadap berbagai gangguan yang terjadi dalam tubuh.Dalam pelaksanaannya,
tenaga medis memiliki tanggung jawab dalam keamanan obat dan pemberian secara
langsung kepada pasien. Hal
ini semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Farmakologi menjadi penting karena mempelajari tentang efek
dari obat, sehingga diharapkan mampu mengevaluasi efek pegobatan. Pada efek
obat, ada beberapa istilah yang penting kita ketahui diantaranya: nama generic
merupakan nama pertama dari pabrik yang sudah mendapatkan lisensi, kemudian ada
nama resmi yang memiliki arti nama dibawah lisensi salah satu publikasi yang
resmi, nama kimiawi merupakan nama yang berasal dari susunan zat kimianya
seperti acethylsalicyic acid atau aspirin, kemudian nama dagangnya (trade mark)
merupakan nama yang keluar sesuai dengan perusahaan atau pabrik dalam
menggunakan symbol seperti ecortin, bufferin, empirin, analsik, dan lain-lain.
Obat yang digunakan sebaiknya memenuhi standar persyaratan
obat, diantaranya kemurnian, yaitu suatu keadaan yang dimiliki oleh obat karena
unsur keasliannya, tidak ada campuran dan standar potensi yang baik.Selain
kemurnian, obat juga harus memiliki bioaviabilitas berupa keseimbangan obat,
keamanan, dan efektiitas. Standar-standar tersebut harus dimiliki obat agar
manghasilkan efek yang baik akan obat itu sendiri.
Sebagai bahan atau benda asing yang masuk kedalam tubuh,
obat akan bekerja sesuai dengan proses kimiawi melalui suatu reaksi obat.
Reaksi obat dapat dihitung dalam satuan waktu paruh, yakni suatu interval waktu
yang diperlukan dalam tubuh untuk proses eliminasi, sehingga terjadi
pengurangan konsentrasi setengah dari kadar puncak obat dalam tubuh.
Pemberian obat kepada pasien dapat dilakukan melalui
beberapa cara, diataranya: oral, parentral, rektal, vaginal, kulit, mata,
telinga, dan hidung. Dalam pemberian obat kepada pasien, ada beberapa persyaratan
yang perlu diperhatikan untuk menjamin keamanan dalam pemberian obat,
diantaranya : tepat obat, tepat dosis, tepat pasien, tepat jalur pemberian,
tepat waktu dan tepat dokumentasi.
Dalam pelaksanaannya, Pemberian obat/medikasi mempunyai
prosedur tetap yang dilakukan secara teoritis yang merupakan tindakan
keperawatan yang memerlukan strategi pelaksanaan.
Adapun strategi pelaksanaan tindakan keperawatan meliputi :
A.
Proses
keperawatan :
1.
Kondisi
klien
2.
Masalah
3.
Tujuan
khusus
4.
Tindakan
keperawatan
B.
Strategi
Komunikasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan :
1.
Orientasi
2.
Salam
teapeutik
3.
Evaluasi/validasi
kondisi klien
4.
Kontrak
: topic / waktu / tempat
5.
Kerja
: sesuai komunikasi untuk langkah-langkah tindakan keperawatan
6.
Terminasi
C.
Evaluasi
respon klien
1.
Evaluasi
subjektif (wawancara dan pertanyaan)
2.
Evaluasi
ojektif (observasi)
D.
Tindakan
lanjut
E.
Kontrak
yang akan datang : Topik / waktu / tempat
1.2. Rumusan Masalah
·
Apakah yang dimaksud dengan intra vena?
·
Bagaimanakah procedural dan pelaksanaan pemberian obat melalui intra
vena?
1.3. Tujuan
1.3.1.
Tujuan Umum
1.3.2.
Tujuan Khusus
Setelah
menyelesaikan makalah ini dan seterusnya mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan tentang pengertian
pemberian obat melalui intravena.
2. Menjelaskan tentang cara-cara
pemberian obat melalui intravena.
3. Menjelaskan tentang hal-hal yang
perlu diperhatikan ketika jalur infus dipakai untuk suntikan intravena.
4. Menjelaskan tentang reaksi tubuh
dalam menerima obat intravena.
5. Menjelaskan tentang khasiat dan efek
samping pemberian obat melalui intravena.
6. Menjelaskan tentang prosedur
pemberian obat intravena.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Pemberian Obat
Adalah pemasukan atau pemberian obat melalui jalur pembuluh
darah vena kedalam tubuh, diantaranya melalui vena media cubitus/chepalica
(daerah lengan), vena saphenous (tungkai), vena jugularis (leher), vena frontalis/temporalis di daerah
frontal dan temporal dari temporal, vena basilica, dan lain-lain.
Pemberian obat intravena dapat dilakukan dengan cara infus
continue, infus intermitten ataupun dalam bentuk bolus. Formulasi untuk ketiga
cara pemberian ini tidak dapat saling dipertukarkan, karena akan berakibat
fatal pada pasien.
1. Infus intravena continue
Pemberian obat melalui infus yang
continue bertujuan untuk menghasilkan dan mempertahankan konsentrasi obat yang
konstan dalam darah, misalnya pada pemberian oksitosin (Syntosinon®).
Obat tersebut diberikan sebagia larutan yang encer untuk mengurangi iritasi
vena.Akan tetapi kita harus yakin bahwa larutan obat yang disuntikkan lewat
infus dapat bercampur dengan larutan infusnya.Sebagai contoh, frusemid
(Furosemid) tidak dapat bercampur dengan larutan Glukose/Dextrose.
2. Infus intermittent
Beberapa obat dapat diberikan
sebagai infus selama 20 menit hingga 1 jam/ cara pelaksanaannya bergantung pada
apakah sudah ada infus yang terpasang atau hanya obat tersebut yang akan
diberikan melalui infus. Bila ada infus yang harus diberikan bersamaan, kedua
obat tersebut harus kompantibel dan digunakan two-way-tap. Bila hanya obat
tersebut yang akan diinfuskan, kanula tersebut harus dibilas sebelum dan
setelah pemberian obat. Pemberian infus intermitten dapat menyebabkan
konsentrasi obat tersebut dalam plasma berfluktuasi, dan dapat turun diatas
atau dibawah kisaran terapeutik.Keadaan ini dapat menimbulkan intoksikasi
(keracunan) maupun kegagalan terapi.Konsentrasi yang berfluktuasi tersebut
dapat terjadi, misalnya pada wanita yang mendapatkan terapi antibiotic atau
heparin intravena.
Karena penyerapan obat-obat intravena
berlangsung sangat cepat, maka pemberiannya harus benar-benar “tepat waktu”
penyuntikan yang terlambat atau pemberian yang terlalu dekat antara yang satu
dengan yang lainnya akan menyebabkan fluktuasi pada konsentrasi obat.
Ketika menambahkan obat kedalam
botol cairan infus, berikut ini adalah hal – hal yang harus diperhatikan :
- Tidak menusuk botol pada saat memasukkan obat.
- Label tambahan harus dipasang dengan mencantumkan nama obat,
dosis, nama dan no. register pasien serta waktu pemberian.
- Obat dan cairan harus larut sempurna.
- Kecepatan aliran harus benar.
Contoh
obat yang diberikan dengan cara infus intermitten :Flagyl IV, Larutan inf. 0,5%
x 100 ml.
3. Pemberian secara bolus
Suntikan dapat diberikan langsung
pada pembuluh vena atau pada selang infus (per-kap). Penyuntikan langsung pada
vena biasanya sedapat mungkin dihindari, karena alasan :
a) Penggunaan jarum baja untuk
penyuntikan IV yang berkali-kali membawa resiko ekstravasasi dan kerusakan
jaringan.
b) Tanpa akses vena yang continue, setiap
reaksi yang merugikan akan sulit ditangani.
Pemberian
secara bolus lewat infus harus dilakukan dengan perlahan untuk memungkinkan
cairan infus mengalir terus dan mengencerkan obat yang disuntikkan. Kecepatan penyuntikan tergantung
pada jenis obatnya.Umumnya tidak ada obat yang boleh disuntikkan secara
intravena dengan kecepatan kurang dari satu menit, kecuali jika paseinnya
mengalami gagal jantung atau bila terdapat perdarahan hebat (Loeb et al, 1993;
McKenry & salerno, 1995). Sebagian
besar obat dapat disuntikkan dalam waktu satu hingga tiga menit dengan beberapa
pengecualian penting seperti epineprin (adrenalin), efedrin dan aminofilin
(Swonger & Matejski, 1991).
Pemberian
obat yang cenderung cepat dapat menyebabkan :
1) Trauma pada vena.
2) Reaksi hipersensitivitas yang hebat.
3) Efek samping yang serius.
4) Edema paru atau embolisasi jika
volume cairan yang disuntikkan cukup besar.
2.2. Hal – hal yang perlu diperhatikan
dalam pemberian obat melalui intra vena
1.
Untuk
memudahkan akses vena, pembuluh vena yang merupakan tempat pemasangan infus
harus berada dalam keadaan vasodilatasi. Karena itu daerah tersebut harus
hangat.
2.
Pungsi
vena atau kanulasi vena akan menimbulkan nyeri. Rasa nyeri ini dapat dikurangi
dengan mengoleskan krim obat anastesi local. Preparat gel ametokain
(tertrakain)bekerja lebih cepat dan efektif daripada krim anastesi local
lainnya. Ametokain menimbulkan vasodilatasi sehingga berbeda dengan lignokain
yang menyebabkan vasokonstriksi. Sifat ini jelas amat penting ketika kita
mengakses pembuluh vena (Russel & Doyle, 1997). Namun seperti halnya pada
pemasangan semua kateter akan terdapat efek samping kecil, utamanya dari
absorpsi sistematik.
3.
Pembuluh
darah perifer dapat mengempis atau kolaps pada keadaan syok sehingga aksesnya
sulit dilakukan; keadaan ini terjadi misalnya pada perdarahan postpartum.
Pembuluh darah dapat juga mengeras dengan pembentukan parut dan tidak bisa
diakses; hal ini terjadi karena penusukan yang sering misalnya pada ibu hamil
mendapatkan penyuntikan litium IV dengan pengambilan sampel darah yang teratur.
Umumnya sebuah pembuluh vena hanya dapat diharapkan tetap paten selama 48 jam.
4.
Vena
sentral digunakan untuk terapi infus jangka panjang, pemberian larutan yang
pekat atau iritatif, atau jika vena perifer tidak dapat di akses. Akan tetapi,
resiko emboli udara dan pneumothoraks lebih besar pada pemberian infus kedalam
vena sentral. Vena subklavia merupakan pembuluh darah balik yang sesuai untuk
akses vena sentral.
5.
Lokasi
pemberian infus harus dicek pada setiap kali pemakaiannya untuk memeriksa
patensinya. Tempat injeksi harus ‘dibilas’ dengan 2 ml cairan sebelum dan
segera sesudah setiap pemakaian agar kelancaran cairan infus tetap terjamin;
penyemprotan ini sedikinya harus dilakukan setiap 24 jam sekali untuk mencegah
pembentukan bekuan (Ben-Arush & Berant, 1996). Bila akses vena tidak
berhasil dilakukan, pada saat ini akan terasa adanya tahanan atau resistensi
terhadap penyuntikan.
6.
Obat
dapat ditambahkan kedalam container infus jika diperlukan pemberian infus yang
kontinu kedalam plasma darah atau jika pemberian obat dalam bentuk larutan
pekat akan membahayakan pasien. Pelaksanaan tindakan ini dapat menimbulkan
masalah pada kecepatan pemberian dan inkompatibelitasnya. Semakinlama obat atau
zat kimia saling terkena satu sama lain, semakin besar kemungkinan timbulnya
inkompatibelitas.
7.
Banyak
obat melakukan interaksi dengan cairan infus atau obat lain sehingga khasiatnya
menghilang, timbul toksisitas atau kerja obat yang lain. Karena itu sedapat
mungkin hanya satu jenis obat yang boleh ditambahkan kedalam container infus
dan penambahan obat tidak boleh dilakukan kedalam produk darah, cairan manitol,
asam amino, atau natrium bicarbonate (BNF, 2000). Sebagai contoh; glucose akan
menyebabkan pengumpalan sel-sel darah merah dalam cairan transfuse darah,
aktifitas oksitosin akan menghilang dalam cairan transfuse darah.
8.
Bila
zat-zat dalam larutan yang akan di infuskan itu tidak dapat bercampur atau
inkompatibel, maka akan terjadi reaksi kimia yang membentuk partikel-partikel
padat di dalam selang infus. Sebagai contoh, furosemide serta dopamine dapat
saling berinteraksi dan membentuk endapan yang memunculkan partikel padat yang
berwarna putih didalam selang infus. Bahayanya, pembentukan partikel ini tidak
dapat segera terlihat. Endapan dalam selang infus dapat menimbulkan
tromboplebitis atau bila terjadi kebocoran cairan infus tersebut, kulit pasien
akan mengelupas. Cairan infus dengan PH yang berbeda-beda (Glosarium)
kemungkinan tidak akan dapat bercampur. Sebagai contoh, furosemide bersifat
inkompatibel atau tidak dapat bercampur dengan cairan infus yang nilai PHnya
rendah seperti Glukose.
9.
Setiap
obat yang ditambahkan kedalam cairan infus harus tercampur dengan sempurna. Hal
ini melibatkan pelepasan container infus dari set infusetnya. Tanpa pencampuran
yang sempurna, pemberian obat tidak akan merata. Sebagai contoh, jika kalium
atau magnesium dibiarkan ‘mengendap’ pada dasar kantong infus, maka preparat
ini akan diberikan dengan konsentrasi yang tinggi sehingga untuk menimbulkan
henti jantung-paru.
2.3. Reaksi tubuh dalam menerima obat
intravena
Pemberian obat lewat infus atau intravena merupakan cara
pemberian yang paling cepat dan pasti. Penyuntikan bolus dengan dosis tunggal
akan memnghasilkan konsentrasi obat yang tinggi di dalam plasma. Obat
dengan cepat akan mencapai kisaran terapeutiknya dan pencapaian kisaran
terapeutik yang cepat amat berguna dalam keadaan emergensi. Jika obat diberikan
terlalu cepat, kemungkinan konsentrasinya akan melampaui kisaran terapeutik dan
memasuki kisaran toksik. Jika obat diberikan secara perlahan, peningkatan
konsentrasinya akan lebih lambat. Dengan tindakan yang cermat, kecepatan
pemberian obat intra vena dapat diatur untuk mengoptimalkan efeknya dan
mengurangi efek samping.
Pemberian intravena berarti bahwa semua obat yang diberikan
akan diserap. Disini setiap ketidakpastian dalam penentuan takaran dan waktu
pemberian disebabkan oleh perbedaan individual yang melibatkan enzim usus dan
hati tidak perlu dipertimbangkan. Takaran pemberian dapat dihitung dan disesuaikan
dengan kebutuhan pasien dengan cara yang lebih tepat bila dibandingkan dengan
cara pemberian lainnya.
Meskipun rute pemberian intravena akan mengurangi masalah
yang potensial terjadi dalam absorpsi obat, kita tetap harus mempertimbangkan
masalah potensial yang berkaitan dengan distribusi dan eliminasi obat. Ketika
memberi obat apapun, distrubusinya akan berkurang dan kemungkinan terjadinya
intoksikasi meningkat jika pasien yang mendapatkan obat tersebut menderita
gagal ginjal, gagal jantung dan syok; pasien preeclampsia berat atau eklampsia
merpakan pasien yang beresiko.
2.4. Kerja dan efek samping obat/cara
pemberian
Umumnya kerja dan efek samping obat tidak dipengaruhi oleh
cara pemberian. Akan tetapi, awitan efek yang merigukan dapat jauh lebih
cepat terjadi saat obat tersebut disuntikkan intravena sehingga diperlukan
tindakan penjagaan ekstra.
1. Ekstravasasi (kebocoran)
Penyuntikan langsung dapat
menimbulkan tekanan yang terlalu besar pada pembuluh darah yang rapuh sehingga
terjadi thromboemboli atau ekstravasasi.Kebocoran cairan isotonik dalam jumlah
yang kecil tidak membahayakan, tetapi kebocoran cairan infus yang mengandung
obat mungkin sangat iritan. Necrosis jaringan yang berat dan rupture kulit yang
memerlukan pencangkokan kulit (atau bahkan amputasi jika terjadi pada neonatus)
dapat mengikuti ekstravasasi nonadrenalin (noepinedrine) atau adrenalin
(epineprin). Cairan yang mengandung kalium atau glucose juga sangat iritan.
Ekstravasasi atau kebocoran lebih cenderung terjadi jika :
- Digunakan jarum baja dan bukan kateter plastic
- Pemasangan infus pada tempat didekat persendian
- Pembuluh vena harus dipunksi selama lebih dari dua hari
- Pemasangan jarum infus kurang dalam.
Luasnya
ekstravasasi dapat dibatasi dengan melakukan pengecekan yang sering dan
pemasangan kasa yang transparan.Ekstravasasi obat merupakan keadaan
emergensi.Dalam keadaan ini, infus harus dihentikan, jumlah obat yang sudah
masuk kedalam jaringan harus diperikirakan jumlah, tungkai ditinggikan dan
dokter diberitahu.Setiap inflamasi yang terjadi dapat diatasi dengan kompres
es.Namun, penghangatan tempat ekstravasasi tersebut dapat meningkatkan
reabsorpsi cairan dari jaringan disekitarnya.
Antidote
atau preparat pendispersi yang dapat disuntikkan subkutan dengan dosis kecil
disekitar daerah kerusakan sudah tersedia bagi beberapa obat yang mengalami
ekstravasasi, misalnya; hialurodinase (Hyalase®) digunaka bila
terjadi ekstravasasi aminofilin, kalsium, kalium, dekstrose, larutan nutrisi
parentral total atau media kontras; preparat ini juga dapat dipakai bila cairan
yang berlebihan dalam jaringan tersebut harus diserap. Hialurodinase bekerja
dengan cara memecah substansi dasar dermis sehingga cairan bisa terdispersi.
Takaran 1500 unit dalam 1 ml water for injection atau dalam 1 ml larutan NaCl
0,9% disuntikkan secara infiltrasi secepat mungkin kedalam daerah yang terkena.
Hialorudinase tidak boleh diberikan pada bayi dengan riwayat persalinan
premature yang tidak bisa dijelaskan sebabnya atau pada daerah terdapatnya
infeksi atau malignitas (BNF, 2000).
2.
Plebitis
Merupakan inflamasi pembuluh vena
yang biasanya terjadi karena kerusakan dinding vena yang menyebabkan pelepasan
mediator inflamasi dan pembentukan bekuan.Gejalanya kemerahan, nyeri serta
edema yangbiasanya timbul dalam waktu dua hingga tiga hari sesudah pemasangan
jarum infus. Jika selang infusnya tidak lepas, maka akan terjadi infeksi.
Fenitoin, erythromisin dan diazepam merupakan preparat iritan, sebagaimana
halnya dengan kalium, multivitamin, deksrose dan asam amino yang konsentrasinya
tinggi.Phlebitis lebih cenderung terjadi pada cairan infus yang asam atau
alkalis atau sangat pekat.
Kewaspadaan yang perlu dilakukan
untuk mengurangi ekstravasasi dan phlebitis meliputi tindakan :
- Memastikan agar rute IV tetap paten.
- Menghindari pemasangan infus pada punggung tangan, karena
tendon dan saraf dibagian tersebut mudah rusak.
- Menghindari vena yang sirkulasinya mudah terganggu, misalnya
vena yang sudah cedera akibat fungsi vena.
- Menghindari daerah pergelangan tangan dan jari-jari yang
sulit diimobilisasi.
- Memilih tempat yang memudahkan akses proksimal.
- Memeriksa bocoran sabelum memberikan obat lewat infus;
pemasangan tornikuet diatas pembuluh vena harus dapat menghentikan aliran
infus, jika tidak; berarti terjadi kebocoran.
- Mengobservasi lokasi infus untuk menemukan pembengkakan atau
kemerahan.
- Meminta kepada pasien untuk melaporkan setiap rasa terbakar,
gatal, atau nyeri.
- Menggunakan kasa yang memungkinkan inspeksi.
- Pembilasan obat dengan beberapa milliliter larutan salin.
3. Infeksi
Saluran infus merupaka sumber
infeksi yang sudah dikenal; mikroorganisme yang sering menyebabkan infeksi
meliputi candidida sp., Enterobacter sp., staphylococcus epidermis,
staphylococcus aureus dan sklebsiella sp. Tindakan asepsis yang ketat
selalu diperlukan ketika kita menangani set infus (Perry & Leaper,
1994).
Insidens infeksi dapat dikurangi dengan cara :
- Mengganti kanula intravena setiap 48 jam.
- Melakukan disinfeksi tangan dengan sabun dan air sebelum
menanganni selang infus.
- Menggunakan sarung tangan steril.
- Desinfeksi kulit pasien.
- Hanya memakai plaster steril yang mengenai tempat pemasangan
infus
- Mencantolkan tempat infus ditempat yang aman.
- Mengganti kasa jika terlihat penumpukan cairan
dibawahnya/basah.
- Memeriksa tempat infus paling sedikit sekali dalam setiap
hari untuk menemukan tanda infeksi.
- Meminta pasien untuk memperhatikan bagian tubuhnya yang
menjadi tempat pemasangan infus dan memberitahu petugas bila terdapat gejala
kemerahan atau sakit pada daerah tersebut.
- Memeriksa pasien untuk menemukan adanya tanda demam.
(Keenlyside,
1992; loeb et al, 1993; Wilson, 1994)
2.5. Teknik penyimpanan obat
Aktivitas beberapa jenis obat akan hilang karena cahaya;
contoh obat-obat tersebut adalah efedrin, adrenalin, amfoterisin, dan natrium
nitroprusid. Karena obat-obat ini disimpan untuk keperluan emergensi,
kondisinya selama penyimpanan harus dicek secara teratur.Ada juga beberapa
jenis obat yang harus di simpan dalam suhu tertentu (lemari pendingin) untuk
mempertahankan kefektivitasnya, misalnya: sintocinon, dan sintometrine.
2.6. Prinsip-prinsip Kewaspadaan baku dan
Pencegahan Infeksi yang berhubungan dengan prasat medikasi intravena :
- Setiap orang (pasien ataupun petugas kesehatan) sangat
berpotensi menularkan infeksi.
- Cuci tangan : tindakan yang paling penting dalam pencegahan
kontaminasi silang (orang ke orang atau benda terkontaminasi ke orang).
- Pakai sarung tangan (kedua tangan) sebelum menyentuh kulit
yang terluka, selaput lendir (mukosa), darah atau duh tubuh lainnya atau
instrument yang kotor dan sampah yang terkontaminasi, atau sebelum melakukan
tindakan invasive. Pemakaian sarung tangan pada perasat IV dianggap perlu
dengan jenis yang dianjurkan adalah sarung tangan pemeriksaan dan jenis yang
diterima adalah sarung tangan DTT bedah (Tietjen, Cronin dan McIntosh 1992).
- Pertahankan asepsis saat tindakan dilakukan.
- Memegang jarum suntik dan spuit dengan aman yaitu dengan
menggunakan teknik one hand (satu tangan) saat akan menutp kembali jarum
suntik.
- Petunjuk keselamatan mempergunakan spuit dan jarum :
1) Mempergunakan tiap-tiap jarum dan
spuit hanya sekali pakai.
2) Jangan melepas jarum dari spuit
setelah digunakan.
3) Jangan menyumbat, membengkokkan,
atau mematahkan jarum sebelum dibuang.
4) Lakukan dekontaminasi atas jarum dan
semprit sebelum dibuang.
5) Buanglah jarum dan semprit di wadah
khusus anti bocor.
- Pembuangan sampah. Benda-benda tajam
sekali pakai termasuk jarum suntik memerlukan penanganan khusus karena
benda-benda ini dapat melukai petugas kesehatan dan juga masyarakat sekitarnya
jika sampah dibuang ditempat pembuangan sampah.
2.7. Jenis – jenis pemberian medikasi
melalui intravena
1. Secara langsung
Adalah pemberian obat melalui vena
secara langsung, diantaranya melalui media cubitus/chepalica (daerah
lengan), vena saphenous (tungkai), vena jugularis (leher). Tujuannya agar
reaksi berlangsung cepat dan langsung masuk kedalam pembuluh darah.
A. Prosedur Pemberian Obat Melalui
Intravena langsung
1) Fase Orientasi
a) Salam tereupetik
b) Evaluasi atau validasi kondisi klien
c) Kontrak : Topik / waktu / tempat
2) Fase Kerja
Persiapan
alat :
a) Kartu pengobatan
b) Spuit steril yang berisi larutan
obat
c) Bak Instrument
d) Kapas alcohol
e) Tornikuet
f) Handschoond steril
Cara Kerja
a) Memberitahu dan menjelaskan pada
klien tentang tindakan yang akan dilakukan.
b) Mempersiapkan peralatan.
c) Membawa alat-alat ketempat pasien.
d) Mencuci tangan.
e) Memasang sarung tangan Steril.
f) Tentukan vena yang akan digunakan
untuk memasukkan obat, pasang tornikuet.
g) Bersihkan daerah yang akan ditusuk
dengan dengan kapas alcohol.
h) Siapkan spuit yang berisi obat dan
keluarkan udara dari dalam tabung spuit.
i) Menegangkankulit pasien dengan
tangan non dominan, lalu masukkan jarum kedalam vena dengan lubang jarum
mengarah keatas sejajar dengan vena.
j) Lakukan aspirasi, bila terhisap
darah, lepas tornikuet dan dorong obat secara perlahan sampai habis.
k) Meletakkan kapas alcohol diatas
jarum, menarik jarum dan spuit sambil memegan pangkal jarum.
l) Bekas tusukan ditekan dengan kapas
alcohol.
m) Merapikan pasien.
n) Membereskan alat.
o) Mencuci tangan.
p) Mendokumentasikan hasil tindakan.
3) Fase Terminasi
a) Evaluasi respon klien :
- Evaluasi subjektif
- Evaluasi objektif
b) Tindak lanjut klien
· Sikap
- Hati-hati
- Sabar dan jangan tergesa-gesa
- Bersikap sopan dan ramah
- Teliti dan cermat dalam menjaga
sterilitas
2. Melalui wadah intravena (secara
tidak langsung)
Tindakan ini merupakan prosedur
memberikan obat dengan menambahkan obat kedalam wadah cairan infus (intravena).
Tujuannya adalah untuk meminimalkan efek samping dan mempertahankan kadar
terapeutik obat dalam darah.
A. Prosedur pemberian obat melalui
wadah intravena
1)
Fase
Orientasi
a) Salam terepeutik
b) Evaluasi atau validasi kondisi klien
c) Kontrak : Topik / waktu / tempat
2)
Persiapan
alat
a) Spuit dan jarum sesuai dengan
ukurannya
b) Obat dan tempatnya
c) Wadah cairan (kantong/botol)
d) Kapas alcohol
3)
Prosedur
kerja
a) Cuci tangan.
b) Jelaskan pada pasien mengenai
prosedur yang akan dikerjakan.
c) Periksa identitas pasien, kemudian
ambil obat dan masukkan kedalam spuit.
d) Cari tempat penyuntikan obat pada
daerah kantong/botol.
e) Lakukan desinfeksi dengan kapas
alcohol dan stop aliran.
f) Lakukan penyuntikan dengan
memasukkan jarum sputi hingga menembus bagian tengah dan masukkan obat
perlahan-lahan kedalam kantong/wadah cairan.
g) Setelah selesai, tarik spuit dan
campur larutan dengan membalikkan kentong cairan secara perlahan-lahan dari
satu ujung keujung lainnya.
h) Periksa kecepatan infus.
i) Cuci tangan.
j) Catat reaksi pemberian, tanggal,
waktu, dan dosis pemberian obat.
4) Fase Terminasi
a) Evaluasi respon klien :
- Evaluasi subjektif
- Evaluasi objektif
b) Tindak lanjut klien
· Sikap
- Hati-hati
- Sabar dan jangan tergesa-gesa
- Bersikap sopan dan ramah
- Teliti dan cermat dalam menjaga
sterilitas
3. Melalui selang intravena
Tindakan ini merupakan prosedur
pemberian obat melalui selang infus/intravena.
A. Prosedur pemberian obat melalui
selang intravena
1)
Fase
Orientasi
a) Salam tereupetik
b) Evaluasi atau validasi kondisi klien
c) Kontrak : Topik / waktu / tempat
2)
Persiapan
alat
a) Spuit dan jarum sesuai dengan
ukurannya
b) Obat dan tempatnya
c) Wadah cairan (kantong/botol)
d) Kapas alkohol
3) Prosedur kerja
a) Cuci tangan.
b) Jelaskan pada pasien mengenai
prosedur yang akan dikerjakan.
c) Periksa identitas pasien, kemudian
ambil obat dan masukkan kedalam spuit.
d) Cari tempat penyuntikan obat pada
daerah selang infus (pada bagian selang yang berkaret).
e) Lakukan desinfeksi dengan kapas
alcohol dan stop aliran.
f) Lakukan penyuntikan dengan
memasukkan jarum spuit hingga menembus bagian tengah dan masukkan obat
perlahan-lahan kedalam selang intravena.
g) Setelah selesai, tarik spuit.
h) Periksa kecepatan infus.
i) Lakukan observasi terhadap reaksi
obat.
j) Cuci tangan setelah prosedur selesai.
k) Catat reaksi pemberian, tanggal,
waktu, dan dosis pemberian obat.
4) Fase Terminasi
a) Evaluasi respon klien :
- Evaluasi subjektif
- Evaluasi objektif
b) Tindak lanjut klien
· Sikap
- Hati-hati
- Sabar dan jangan tergesa-gesa
- Bersikap sopan dan ramah
- Teliti dan cermat dalam menjaga
sterilitas
2.8 Lokasi atau Tempat
cara Pemberian obat melalui Intra Vena
·
Pada
lengan (vena basalika dan vena sefalika)
·
Pada
tungkai (vena saphenous)
·
Pada
leher (vena jugularis)
·
Pada
kepala (vena frontalis atau vena temporalis)
2.9 Teknik Pemberian
Obat secara Intra Vena
A. Persiapan Alat
1. Spuit dan jarum steril
2. Obat yang diperlukan ( vial atau
ampul )
3. Bak spuit steril
4. Kapas alkohol
5. Kassa steril untuk membuka ampul (
bila perlu )
6. Karet pembendung atau tourniquet
7. Gergaji ampul ( bila perlu )
8. 2 bengkok ( satu berisi cairan
desinfektan )
9. Pengalas ( bila perlu )
10. Sarung tangan steril
11. Daftar / formulir pengobatan
B. Cara
Kerja
1. Cek instruksi / order pengobatan
2. Perawat mencuci tangan
3. Siapkan obat, masukkan obat dari
vial atau ampul dengan cara yang benar
4. Identifikasi klien (mengecek nama)
5. Beritahu klien / keluarga tentang
tindakan yang akan dilakukan serta tujuannya
6. Bantu klien untuk posisi yang nyaman
dan rileks / berbaring dengan tangan dalam keadaan lurus
7. Membebaskan area yang akan disuntik
dari pakaian
8. Pilih area penyuntikan yang tepat
(bebas dari edema, massa, nyeri tekan, jaringan parut, kemerahan / inflamasi,
gatal)
9. Tentukan dan cari vena yang akan di
tusuk (vena basilika dan sefalika)
10. Memakai sarung tangan
11. Membersihkan tempat penyuntikan
dengan mengusap kapas alkohol dari arah atas ke bawah menggunakan tangan yang
tidak untuk menginjeksi
12. Lakukan pembendungan di bagian atas
area penyuntikan dan anjurkan klien mengepalkan tangan
13. Siapkan spuit, lepaskan kap penutup
secara tegak lurus sambil menunggu antiseptik kering dan keluarkan udara dari
spuit
14. Pegang spuit dengan salah satu
tangan yang dominan antara ibu jari dan jari telunjuk dengan telapak tangan
menghadap ke bawah
15. Regangkan kulit dengan tangan non
dominan untuk menahan vena, kemudian secara pelan tusukkan jarum dengan lubang
menghadap ke atas kedalam vena dengan posisi jarum sejajar dengan vena
16. Pegang pangkal jarum dengan tangan
non dominan sebagai fiksasi
17. Lakukan aspirasi dengan cara menarik
plunger, bila terhisap darah lepaskan tourniquet kepalan tangan klienkemudian
dorong obat pelan - pelan kedalam vena
18. Setelah obat masuk semua, segera
cabut spuit, bekas tusukan ditekan dengan kapas alkohol
19. Buang spuit tanpa harus menutup
jarum dengan kapnya (guna mencegah cidera pada perawat) pada tempat pembuangan
secara benar
20. Melepaskan sarung tangan dan
merapihkan pasien
21. Membereskan alat - alat
22. Mencuci tangan
23. Catat pemberian obat yang telah
dilaksanakan (dosis, waktu, cara) pada lembar obat atau catatan perawat.
24. Evaluasi respon klien terhadap obat
(15 s.d 30 menit)
C. Hasil
1. Letak jarum tepat pada pembuluh vena
2. Bekerja rapih dan teliti
3. Memperhatikan prinsip aseptik dan
antiseptik
D. Responsi
1. Relevansi jawaban dengan pertanyaan
2. Kemampuan berargumentasi
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Obat yang diberikan secara intravena memiliki efek yang
paling cepat disbanding dengan cara pemberian yang lainnya.
Mahasiswa bidan harus benar-benar terlatih dalam
pemberiannya.
Obat – obat intravena dapat dilakukan melalui cara-cara
berikut :
1) Cara bolus atau “dorong”
2) Infus intermitten
3) Penambahan kecairan infus
Sterilitas tetap harus dipertahankan
Pembilasan diperlukan sebelum dan
setelah pemberian obat
3.2. Peran dan
Tanggung Jawab Mahasiswa Bidan
Secara
singkat, peran dan tanggung jawab mahasiswa bidan adalah :
1) Mematuhi kebijakan unit untuk
pelatihan dan pemutakhiran keterampilan.
2) Melakukan proses pemeriksaan untuk
memastikan obat yang benar diberikan pada pasien yang benar.
3) Mempertahankan teknik asepsis ketat.
4) Melakukan prosedur yang benar,
termasuk pengkajian letak kanula dan kecepatan pemberian.
5) Mengobservasi ibu untuk adanya
respon yang tidak diharapkan.
6) Melakukan pencatatan yang benar.
3.3. Saran
1. Bidan
Bidan
bisa menerapkan konsep dari Keterampilan
dasar Kebidanan Pemberian obat melalui Intra Vena,
baik dilapangan maupun tidak di lapangan ataupun dirumah sakit agar bisa
menghasilkan kebidanan
yang maksimal.
2.
Instansi
Instansi
dapat memfasilitasi dengan fasilitas yang memadai sehingga dapat mendukung
tercapainya konsep kebidanan.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
--------- 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland.
Jakarta. EGC
--------- 2006. MIMS Indonesia Petunjuk
Konsultasi. Jakarta. CMPMedica
--------- 2008. Buku Panduan Praktik Keterampilan
Dasar Praktik Klinik. Samarinda. Prodi Kebidanan Poltekkes Kaltim
--------- 2008. MIMS Bidan edisi perdana
2008/2009. Jakarta. CMPMedica
Bossemeyer, Debora. 2004. Penduan Pencegahan
Infeksi untuk fasilitas pelayanan kesehanata dengan sumberdaya terbatas.
Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo
Hidayat, A. Azis. Uliyah Musrifatul. 2005. Buku
Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia.Jakarta : Salemba Medika
Hidayat, A. Azis. Uliyah Musrifatul. 2008.Keterampilan
Dasar Praktek Klinik untuk Kebidanan.Jakarta : Salemba Medika
Johnson, Ruth. 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan.
Jakarta. EGC
Jordan, Sue. 2004. Farmakologi kebidanan. Jakarta.
EGC
Varney, Helen. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan
jilid .Jakarta. EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar